Ingat Duka di Gayo
duka di Gayo
Peristiwa itu terjadi begitu
cepat, hingga tak terasa 3 tahun telah berlalu, ketika itu penulis masih
berumur 16 tahun yakni sekitar hendak mend uduki indahnya bangku SMA, penulis
berasal dari sebuah SMA ternama di Kabupaten Aceh Tengah. SMA itu dulunya
bernama SMA 1 Pegasing, SMA yang tercatat menjadi salah satu sekolah tertua di
kecamatan Pegasing, yaitu sebuah kecamatan penghasil nenas terbesar di
Kabupaten Aceh Tengah, namun kini SMA itu telah berubah nama seiring
perkembangan zaman dan perputaran masa, maka SMA itu berubah nama menjadi SMA 3
Takengon. Peristiwa itu terjadi di tanggal 2 juli 2013 sebuah peristiwa
menggetarkan, yang mengoncang-goncang semua tanah yang ada di Gayo (Takengon,
Bener Meriah, dan Gayo Lues).
Awalnya di siang itu Penulis
bersama Ayah, dan Adik laki-laki serta
satu adik perempun sedang mengembala kerbau di padang rumput belakang rumah
milik kami sendiri, sementara ibu dan adik bungsu sedang tidur siang di rumah.
Nah ketika sedang asyik mengembala, entah apa dan mengapa tiba-tiba ada suara
gemuruh yang saat mendahsyatkan keluar dari perut bumi dan disertai oleh
gelombang kencang yang berguncang ke atas dan ke bawah, gempa itu sungguh amat
teramat aneh, karena biasanya gempa bergoyang ke kanan dan ke kiri, tetapi
mengapa kali ini sangat berbeda, sungguh fenomena yang menganehkan.
Tidak lama kemudian alam semesta ini pun
terlihat seperti menyimpan duka yang mendalam hingga langit pun terlihat murung
tak lagi menampakkan sinarnya, burung-burung berserakan entah kemana tak tahu
lagi arah dan tujuannya, tumbuhan-tumbuhan ikut melayu dan orang-orang pun
bertebaran keluar rumah mencari tempat lapang yang jauh dari tiang-tiang,
bahkan ada diantaranya yang memasang tenda untuk rumah sementara hingga gempa
ini benar-benar selesai.
Setelah beberapa waktu, terdengar
berita duka dari sebuah kampung yang bernama Kampung Serempah, alhamdulillah Kecamatan
Pegasing khususnya daerah tempat tinggal Penulis tak begitu parah keadaan
rusaknya. Pemandangan itu begitu sangat menggetarkan hati setiap insan yang melihatnya.
separuh isi Kampung Serempah, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, amblas
ditelan bumi.
Kampung di atas bukit itu seolah-olah
terkoyak-koyak nan tercabik-cabik, lalu runtuh bagaikan rumah yang tak bertiang.
Di bagian atas kampung itu, kini telah membentang sebuah tebing baru. Padahal,
dulunya di sana berdiri rumah-rumah indah penduduk Kampung Serempah yang damai,
indah dan sejahtera. Namun saat ini, di bibir tebing baru itu, tampak sebuah
rumah tinggal separuh tiang, dapurnya menggantung di bibir tebing, sementara
ruang tamunya masih utuh mencengkeram tanah.
Jauh di bawah sana
potongan-potongan atap rumah tertahan di kemiringan tebing. Di sekelilingnya
peralatan rumah tangga berserakan dan sebagiannya lagi telah terkubur di
sebidang tanah. Jikalau dilihat dari arah berseberangan, tebing tadi bak sisi
sebuah kuali yang diameternya mencapai satu kilometer. Sebuah lubang besar kini
telah terbentuk di daerah Kampung Serempah.
Serempah adalah salah satu daerah
terparah menerima dampak gempa selasa siang 2 Juli 2013 itu . Kampung daerah
penghasil tebu itu berjarak sekitar 30 kilometer dari Takengon yakni Ibu Kota Kabupaten
Aceh Tengah, berada tak jauh dari Krueng Peusangan, kampung itu lebih tinggi
dari permukaan sungai. Sebagian besar penduduk belum mengambil harta benda
mereka yang tertimbun di bawah reruntuhan rumah. Lagi pula, tak jauh dari
tebing itu, retakan-retakan kecil mulai menjalar. Serempah kini tak layak lagi dihuni.
Bahkan satu kampung telah terhapus dari peta Kabupaten Aceh Tengah. Daerah
penghasil kopi yang produknya dipakai gerai waralaba kopi, dunia Starbuck itu
kini sedang berduka. Ladang-ladang kopi itu sudah hening sepi, seolah-olah tak lagi
bertuan.
Heningan Khairu Hasliansyah di tanggal 03 oktober 2016
Komentar
Posting Komentar